Aspek Hukum Tentang Internet
ASPEK HUKUM MENGENAI INTERNET
A. Ketentuan Hukum Mengenai Internet
Dewasa ini, disadari dunia sedang berada dalam era informasi (information age), yang merupakan tahapan selanjutnya setelah era prasejarah, era agraris dan era industri. Sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, maka tentunya pemahaman dan pengembangan sistem hukum ataupun konstruksi hukum yang terbangun adalah sesuai dengan dinamika masyarakat itu sendiri. Dalam era teknologi informasi, keberadaan suatu teknologi informasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam semua aspek kehidupan, serta merupakan suatu kebutuhan hidup bagi semua orang baik secara individual maupun secara organisasional, sehingga dapat dikatakan berfungsi sebagaimana layaknya suatu aliran darah pada tubuh manusia.
Proses pembangunan yang selama ini terus menerus dilakukan merupakan salah satu konsekwensi dari eksistensi Indonesia sebagai negara berkembang. Segala bentuk aktivitas pembangunan diharapkan dapat berjalan dalam koridor yang tepat, sehingga tujuan pembangunan yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur, material dan spiritual dapat segera terwujud. Karena menyandang
24
tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan secara konkret dalam masyarakat, maka dalam hukum terkandung baik kecenderungan konservatif (mempertahankan dan memelihara apa yang sudah tercapai) maupun kecenderungan moderenisme (membawa, mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan), dalam posisi yang demikian ada tiga kemungkinan yang akan timbul, yakni, pertama, hukum akan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, kedua, hukum akan mempengaruhi perkembangan teknologi, dan ketiga, hukum
dan teknologi akan saling mempengaruhi (bersinergi)11.
Proses pembangunan hampir dipastikan akan membawa dampak yang meluas pada berbagai aspek kehidupan manusia, seperti dikemukakan oleh Soerjono Soekamto bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana dan teratur yang antara lain mencakup aspek-aspek politik, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi12. Berkaitan dengan pembangunan di bidang teknologi, dewasa ini peradaban manusia dihadirkan dengan adanya fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, yaitu perkembangan teknologi informasi melalui internet (Interconnection Network).
11 Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, Yogyakarta, UII Press, 2003, hlm 58-59
12 Dikdik M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, Refika Aditama, 2005, hlm 84
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyebutkan bahwa, saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur,
sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication13.
Pemerintah dalam melindungi masyarakatnya untuk setiap kegiatan atau perbuatan hukum yang menyangkut internet telah menetapkan sebuah peraturan perundang-undangan, yaitu dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dimana dalam undang-undang tersebut mengatur segala bentuk kegiatan atau perbuatan hukum yang dilakukan melalui internet, baik itu mengenai ketentuan hukum pidana maupun ketentuan hukum perdata.
Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak dapat menjangkau semua aspek hukum dalam kegiatan atau perbuatan hukum yang dilakukan dalam internet, tetapi dapat didukung oleh peraturan perundang-undangan lainnya sehingga tidak akan terjadi kekosongan hukum dalam setiap peristiwa hukum yang terjadi sebagai jalan keluar dalam penegakan hukumnya. Selanjutnya di dalam penjelasan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disebutkan bahwa kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut
13 Ibid, hlm 26-27
juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Teknologi informasi berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Salah satu hasil teknologi informasi adalah internet, dimana setiap orang dapat melakukan akses internet untuk mendapatkan informasi secara elektronik. Informasi elektronik berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Internet saat ini telah menghubungkan jaringan komputer lebih dari tiga ratus ribu jumlahnya (networks of networks) yang menjangkau sekitar lebih dari seratus negara di dunia. Dalam setiap hitungan menit muncul jaringan tambahan lagi, ratusan halaman informasi (web pages) yang baru tersajikan setiap menitnya sehingga memperkaya khazanah yang telah ada. Seiring dengan perkembangan komputer ini, internet juga telah menawarkan sejumlah layanan bagi kehidupan
manusia mulai dari kegiatan kesehatan (e-medicine), bisnis (e-bisnis), pendidikan (e-education), pemerintahan (e-goverment), dan lain sebagainya14.
Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan. Internet sebagai sarana informasi memiliki asas dan tujuan dalam pemanfaatannya sebagai mana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) asasnya yaitu Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang
14 Op Cit, hlm 62
berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Sedangkan tujuan pemanfaatan Internet sebagai sarana teknologi informasi berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu:
“Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk”:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Pembahasan aspek hukum di internet harus dimulai dengan pembagian internet sebagai15:
1. Aspek hukum internet sebagai media massa;
2. Aspek hukum internet sebagai media komunikasi.
Dengan memegang basic value, yaitu kebebasan berpendapat dan kebebasan memperoleh informasi.
1. Aspek Hukum Internet sebagai Media Massa
Perkembangan teknologi yang saat mempengaruhi kehidupan masyarakat global adalah teknologi informasi, yang salah satu hasilnya adalah internet. Internet pada mulanya hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan pendidikan terus berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia. Internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru. Masyarakat tidak lagi dihalangi oleh batas-batas teritorial, masyarakat dapat dengan bebas beraktivitas dan berkreasi melalui internet. Internet juga melahirkan keresahan-keresahan baru, diantaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk cyber crime, salah satu contohnya adalah pembobolan akses internet.
15 Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta, Raja Grapindo Persada, 2004, hlm 198
Internet memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media lain, seperti media cetak, penyiaran, film atau telekomunikasi. Internet mempunyai kemampuan dalam mengkonvergensikan ke empat media di atas dalam sebuah media
yang disebut global network, oleh karena itu internet dapat berfungsi sebagai media komunikasi dan sekaligus pula sebagai media massa16.
Hukum untuk sekian kalinya dijadikan alasan sebagai penghalang laju perkembangan teknologi, karena hukum selalu terlambat dibandingkan perkembangan teknologi yang dinamis. Sistem hukum dianggap tidak mampu mendorong arus perubahan masyarakat global yang diyakini telah beralih memasuki abad informasi. Hadirnya teknologi informasi bukan berarti merevolusi semua hukum yang sedang berlaku saat ini, tetapi hukum yang berlaku saat ini harus mampu mengeliminir bentuk kejahatan yang terjadi di internet. Kehadiran hukum baru memang diperlukan, namun sifatnya sebaiknya hanya pelengkap dari perangkat hukum yang ada sekarang.
16 Ibid, hlm 197
Internet sebagai media massa yang lahir dari hasil konvergensi antara bidang media telekomunikasi, penyiaran dan bahkan media cetak. Oleh karena itu, bila kita mengkaji internet sebagai media massa, tidak mungkin melepaskan aspek hukum dari media pembentuk internet itu sendiri. Dalam aspek hukum media di internet, kajian tentang hukum dapat menggunakan aturan hukum yang berlaku saat ini, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), selain Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dengan tidak menutup kemungkinan ada pembentukan hukum baru.
Berkembangnya media massa di internet, yang lebih dikenal dengan media online seperti www.detik.com, www.hukumonline.com dan lain sebagainya. Begitu juga dengan konsep broadcasting online yang dikembangkan oleh PT. Surya Citra Televisi (SCTV), dengan situs www.liputan6.comsebagai media online, dapat digunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers17, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa perusahaan
17 Ibid, hlm 198
pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta kantor berita lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.
2. Aspek Hukum Internet Sebagai Media komunikasi
Selain berfungsi sebagai media massa, salah satu kekuatan internet adalah fungsinya sebagai media komunikasi. Sebagai media komunikasi internet dapat digunakan sebagai pengantar komunikasi surat berbentuk elektronik atau e-mail, fasilitas telepon melalui internet atau yang lebih dikenal dengan VoIP (Voice over Internet Protocol), chatting, atau hanya sebagai papan elektronik untuk berbagai produk, reklame, atau pengumuman, yang semuanya dapat dilakukan dengan pembuatan website dan berbagai fungsi lainnya.
Perkembangan internet sebagai media komunikasi mulai menimbulkan hal-hal yang negatif. Internet yang semula menjadi media yang paling efektif dalam menyampaikan kebebasan berekspresi, atau berkomuniksai untuk mendapatkan informasi kini dipenuhi dengan berbagai informasi yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, selain itu adanya perbuatan melawan
hukum atas pembobolan akses internet dalam penggunaannya yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan kerugian kepada pihak lain. Perkembangan hukum di Indonesia terhadap masalah internet sebagai media komunikasi masih sangat lemah, tetapi hal ini bukan berarti bahwa pelaku yang melanggar hukum tidak dapat dijerat oleh hukum, karena saat ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengatur perbuatan diatas yaitu dengan ditetapkannya Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
B. Dasar Hukum Mengenai Perbuatan Melawan Hukum
Istilah perbuatan melawan hukum pada umumnya adalah sangat luas artinya kalau perkataan hukum dipakai dalam arti yang seluas-luasnya dan hal perbuatan hukum dipandang dari segala sudut. Dalam kamus hukum perbuatan melawan hukum berasal dari bahasa belanda yaitu onrectmatigedaad yang berarti perbuatan yang bertentangan dengan hukum, sedangkan perbuatan melawan atau melanggar hukum yaitu tiap perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain.
Perkataan perbuatan dalam rangkaian kata-kata perbuatan melanggar atau melawan hukum tidak hanya berarti positif melainkan juga berarti negatif, yaitu meliputi juga hal yang orang dengan berdiam saja dapat dikatakan melanggar atau melawan hukum, yakni dalam hal yang seorang itu menurut hukum harus bertindak. Perbuatan negatif yang dimaksudkan adalah bersifat aktif tidak pasif, artinya orang yang diam saja, baru dapat dikatakan melakukan perbuatan hukum, kalau ia sadar, bahwa dengan diam saja adalah melanggar atau melawan hukum. Maka yang bergerak kini bukan tubuhnya seorang itu, melainkan pikiran dan perasaannya, jadi unsur bergerak dari pengertian perbuatan kini ada. Perkataan melanggar atau melawan dalam rangkaian kata-kata perbuatan melanggar atau melawan hukum, ada kata-kata yang lebih tepat misalnya perbuatan menyalahi hukum atau perbuatan bertentangan dengan hukum, akan tetapi oleh karena hal yang dimaksud di sini adalah bersifat aktif, maka perkataan melanggar atau
melawan adalah paling tepat18.
Dengan adanya perbuatan melawan hukum atas pembobolan akses internet, merupakan suatu perbuatan pelanggaran hak orang lain sehingga menimbulkan kerugian kepada orang lain sehingga dapat melakukan tindakan hukum kepada pelaku pelanggaran tersebut seperti tercantum dalam Pasal 30 ayat (3), Pasal 36,
18 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm 2
Pasal 38 ayat (1) dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), adapun isinya dari Pasal 30 ayat (3) adalah:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan”
Yang di maksud dengan sistem pengamanan menurut penjelasan Pasal 30 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yaitu Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses komputer atau melarang akses ke dalam komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan. Sedangkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berisi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”
Atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, maka pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan tindakan hukum dengan cara melakukan gugatan sebagaimana Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang berisi:
“Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian”
Adapun gugatan yang dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata atau melakukan penyelesaian secara arbitrase atau penyelesaian alternatif lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana Pasal 39 yang berisi:
1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pada kenyataannya, dalam suatu peristiwa hukum termasuk pembobolan akses internet tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu atau kedua pihak, dan pelanggaran hukum tersebut mungkin saja dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad)
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Seseorang yang dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum dapat dikenakan sanksi dengan mengganti kerugian yang diderita korban akibat kesalahannya itu, melalui tuntutan yang diajukan kepada lembaga peradilan maupun lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Namun demikian harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan kebenaran adanya perbuatan
melawan hukum termaksud melalui pembuktian unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum ini, yang terdiri dari:19
1. ada perbuatan melawan hukumnya
2. ada kesalahannya
3. ada kerugiannya,dan
4. adanya hubungan timbal balik antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan, kesalahan serta kerugian yang timbul.
Suatu perbuatan melawan hukum mungkin dapat terjadi dalam pembobolan akses internet, asalkan harus dapat dibuktikan unsur-unsurnya tersebut di atas. Apabila
19 Wirjono Prodjodikoro, Op Cit, 1967
unsur-unsur di atas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata20.
Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan
atau tidak21.
Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang dilakukan seseorang dalam hubungannnya dengan
20 Hetty Hassanah, Materi perkuliahan hukum perdata, Fakultas Hukum UNIKOM, Bandung 2006
21 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta:Intermasa, 1979, hlm.56
perbuatan melawan hukum ini, sehingga dapat ditentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya22.
Seseorang tidak dapat dituntut telah melakukan perbuatan melawan hukum, apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/noodweer, overmacht, realisasi hak pribadi, karena perintah kepegawaian atau salah sangka yang dapat dimaafkan. Apabila unsur kesalahan dalam suatu perbuatan dapat dibuktikan maka ia bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya tersebut, namun seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan kesalahannya sendiri, tetapi juga karena perbuatan yang mengandung kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi tanggungannya, barang-barang yang berada di bawah pengawasannya serta binatang-binatang peliharaannya, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1366 sampai dengan Pasal 1369 KUH Perdata23.
Kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan atau kerugian immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri kerugian
22 Ibid
23 http://hk.unikom.ac.id/download/TinjauanHukum Mengenai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet (E-Commerce) Dihubungkan Dengan Buku III KUH Perdata.doc, diakses pada hari Kamis 05 Maret 2009, Pukul 13.25
nyata yang diderita dan keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUH Perdata diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum. Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang, misalnya karena penghinaan, cacat badan dan sebagainya, namun seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti
kerugian atas kerugian immateril tersebut24.
Untuk dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUH Perdata juga mensyaratkan adanya hubungan sebab akibat atau hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat dituntut penggantiannya hanyalah kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut25.
Perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata ini dapat pula digunakan sebagai dasar untuk mengajukan ganti kerugian atas
24 Ibid
25 Hetty Hassanah, Op Cit, 2006
perbuatan yang dianggap melawan hukum dalam pembobolan akses internet, baik dilakukan melalui penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan, maupun penyelesaian sengketa secara non litigasi atau di luar pengadilan misalnya dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase.
Ketentuan hukum yang dapat diterapkan atas perbuatan melawan hukum mengenai pembobolan akses internet selain Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dapat juga diterapkan adalah ketentuan hukum yang termuat dalam KUH Perdata, antara lain Pasal 1365 KUH Perdata. Penerapan ketentuan pasal 1365 termaksud dilakukan dengan cara melakukan penafsiran hukum ekstensif yaitu memperluas arti kata perbuatan melawan hukum itu sendiri, tidak hanya yang terjadi dalam dunia nyata, tetapi juga dimungkinkan perbuatan melawan hukum yang terjadi di dunia
maya26, dalam hal ini pada pembobolan akses internet.
Selain itu, dapat pula diterapkan Pasal 1365 KUH Perdata dengan melakukan konstruksi hukum analogi yakni dengan cara membandingkan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan di dunia nyata dengan dunia maya, sehingga
pada akhirnya unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disyaratkan tetap dapat terpenuhi. Walaupun pada prakteknya muncul kesulitan-kesulitan dalam penerapannya, namun tetap diharapkan perbuatan melawan hukum yang terjadi harus tetap mendapat sanksi secara hukum sehingga tidak ada kekosongan hukum27.
27 Ibid
Belum ada Komentar untuk "Aspek Hukum Tentang Internet"
Posting Komentar